Bimbingan berasal dari kata to guide kemudian menjadi guidanceyang mempunyai arti menunjukkan, membimbing,
menuntun, ataupun membantu. Yang mana bimbingan disini diberikan kepada orang
atau sekelompok orang yang mengalami maladjusmen,
yaitu kegoncangan pribadi, konflik batin, salah aturan, stress dan lain-lain.
Sedangkan konseling diambil dari bahasa Inggris counseling dulu diterjemahkan dengan penyuluhan (bersifat umum), sekarang diartikan konseling itu sendiri (bersifat spesifik mengenai kejiwaan). Pelayanan konseling merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance program). Konseling adalah bantuan pertolongan, tuntunan yang di berikan kepada seseorang untuk mengatasi kesulitan atau masalah secara langsung berhadapan muka atau face to face relation untuk mencapai kesejahteraan hidup.
Kondisi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Bimbingan Konseling (BK) seolah menjadi topik yang tidak menarik untuk dibicarakan. Padahal, jika kita merujuk ke negara yang pendidikannya maju, seperti Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan. Sedangkan di Indonesia isu tentang BK menjadi isu yang belum terlalu menjadi sorotan, kalaupun ada, namun bukanlah menjadi sorotan nasional tetapi hanya sekedar sorotan lingkup daerah saja. Gerakan yang terlihat malah dari daerah, bahkan dari sekolah-sekolah.Isu BK seperti ini mengakibatkan sekolah-sekolah tidak memiliki paradigma yang tunggal terhadap BK.
Ada beberapa paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
1.
Sekolah yang sadar
betul pentingnya BK untuk membangun karakter peserta didik. Kesadaran ini
mendorong sekolah ini menata sistem penyelenggaraan BK menjadi salah satu
elemen penting sekolah. Untuk membangun sistem tersebut mereka melakukan studi
banding, membangun fasilitas BK, memberikan waktu masuk kelas untuk guru BK,
melibatkan tenaga BK dalam seluruh proses perkembangan peserta didik,
menempatkan BK sebagai rekan guru bukan hanya sebagai pelengkap, mengirim
guru-guru BK mengikuti seminar.
2.
Sekolah yang sadar
akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi peserta didik, tetapi tidak
didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah. Keberadaan BK di
sekolah ini antara ada dan tiada, hidup segan mati tak mau. Di sekolah kategori
ini semua konsep BK hanya tinggal dalam angan-angan. Untuk membangun manajemen
BK di sekolah ini butuh tenaga ekstra. Pendekatan yang dilakukanpun harus
bervariasi. Ada pendekatan pragmatis, ada pendekatan struktural.
3.
Sekolah yang masih
menerapkan manajemen BK “jadul”. Guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah, hanya
menangani orang yang bermasalah. Sekolah ini cenderung tidak terbuka terhadap
perkembangan ilmu BK dan tidak melihat fungsi BK dalam pembentukan pribadi
siswa. Guru BK masih ditempatkan sebagai pelengkap dalam proses pendidikan
anak, bukan sebagai rekan tenaga pengajar. Bahkan ironisnya, yang menjadi guru
BK bukan lulusan Bimbingan dan Konseling.
4.
Sekolah yang belum
memiliki manajemen BK. Penyebabnya bisa karena belum ada tenaga, atau tidak ada
yang tahu sehingga tidak ada yang memulai, atau bisa juga karena masalah
finansial, atau menganggap tidak perlu.
Landasan Psikologis Bimbingan dan Konseling
Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi
sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa
kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang: (1) motif
dan motivasi; (2) konflik dan frustasi; (3) sikap; pembawaan dan lingkungan, (3)
perkembangan individu; (4 belajar; dan (5) kepribadian.
Jadi kebutuhan akan bimbingan itu timbul karena terdapat faktor yang menambah rumitnya keadaan masyarakat di mana individu itu hidup. Faktor-faktor itu di antaranya sebagai berikut. (John J. Pietrofesa dkk., 1980; M. Surya & Rochman N., 1986; dan Rochman N., 1987).
Dengan demikian mereka akan dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang tidak mudah untuk ditentukan, karena meyangkut hal yang sangat mendasar dan peka. Makin banyak ragamnya ukuran penilaian, makin besar pula konflik yang diderita oleh individu yang bersangkutan dan makin terasalah kebutuhan akan bimbingan yang baik untuk menanggulanginya.
2. Persyaratan Konselor
Landasan religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper,” pemberi bantuan dituntut untuk memilih pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilia-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien atau peserta didik.
Kaitan dengan hal tersebut, Prayitno dan Erman Amti mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut.
Landasan Sosiologis (Sosial-Budaya) Bimbingan dan Konseling
Sekolah tidak dapat
melepaskan diri dari situasi kehidupan masyarakat, dan mempunyai tanggung jawab
untuk mambantu para siswa atau peserta didik bak sebagai pribadi maupun sebagai
calon anggota masyarakat. Sebagai suatu lembaga pendidikan formal, sekolah
bertanggung jawab untuk mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil
menyesuaikan diri di masyarakat dan mampu memecahkan berbagi masalah yang
dihadapinya.
Di dalam situasi inilah bimbingan dan konseling akan
terasa diperlukan sebagai suatu bentuk bantuan kepada siswa. Program bimbingan
dan konseling membantu berhasilnya program pendidikan pada umumnya.
Kebutuhan akan bimbingan timbul karena adanya
masalah-masalah yang dihadapi oleh individu yang terlibat dalam kehidupan
masyarakat. Semakin rumit struktur masyarakat dan keadaannya, semakin banyak
dan rumit pula masalah yang dihadapi oleh individu yang terdapat dalam
masyarakat itu. Jadi kebutuhan akan bimbingan itu timbul karena terdapat faktor yang menambah rumitnya keadaan masyarakat di mana individu itu hidup. Faktor-faktor itu di antaranya sebagai berikut. (John J. Pietrofesa dkk., 1980; M. Surya & Rochman N., 1986; dan Rochman N., 1987).
a. Perubahan Konstelasi Keluarga
Ketidakberfungsian keluarga melahirkan dampak negatif
bagi kehidupan moralitas anak. Salah satu bantuan yang dapat memfasilitasi
keluarga memecahkan masalah yang dihadapinya adalah layanan bimbingan atau
konseling yang berupaya mambantu untuk memelihara keutuhan atau keharmonisan
keluarga.
b. Perkembangan Pendidikan
Berkumpulnya murid-murid dari berbagai kalangan yang
berbeda-beda latar belakangnya antara lain: agama, etnis, keadaan sosial, adat
istiadat, dan ekonomi. Hal semacam ini menimbulkan bertumpuknya masalah yang
dihadapi oleh orang yang terlibat dalam kelompok campuran itu. Pemecahan ini
dapat diperoleh dengan melaksanakan bimbingan bagi anggota kelompok yang
bersangkutan, dalam hal ini kelompok murid sekolah.
c. Dunia Kerja
Berbagai perubahan dalam dunia kerja menuntut keahlian
khusus dari para pekerja. Untuk itu dipersiapkan tenaga-tenaga yang terampil
dan memiliki sikap mental yang tangguh dalam bekerja. Bimbingan dan konseling
diperlukan untuk membantu menyiapkan mental para pekerja yang tangguh itu.
d. Perkembangan Kota Metropolitan
Kecenderungan bertumbuhnya kota-kota abad ke-21 akan
mendorong semakin meledaknya arus urbanisasi. Kondisi ini akan menimbulkan
dampak sosial yang buruk bagi kehidupan masyarakat perkotaan. Bimbingan dan
konseling dibutuhkan untuk membantu masyarakat mengatasi masalah-masalah
psikologis sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
e. Perkembangan Komunikasi
Dampak media massa (terutama televisi) terhadap kehidupan
manusia sangatlah besar. Televisi telah menjadi pusat hiburan keluarga. Di
samping itu program-program yang ditayangkannya tidak sedkit yang merusak
nilai-nilai pendidikan, karena banyak adegan kekerasan, mistik dan moral. Dalam
hal ini layanan bimbingan yang memfsilitasi berkembangnya kehidupan anak dalam
mengambil keputusan (decision-making
skill) merupakan pendekatan yang sangat tepat.
f. Seksisme dan Rasisme
Seksisme merupakan paham yang mengunggulkan salah satu
jenis kelamin dari jenis kelamin lainnya. Sementara rasisme merupakan paham
yang mengunggulkan ras yang salah satu dari ras lainnya. Di Amerika, seksisme
masih merupakan kebiasaan atau fenomena umum dikalangan masyarakat. Fenomena
ini seperti terlihat dari sikap orang tua yang masih memegang budaya
tradisional dalam pemilihan karir bagi anak wanita, yang membatasi atau tidak
memberikan kebebasan kepada anak wanita untuk memilih sendiri karir yang
diminatinya.
g. Kesehatan Mental
Masalah kesehatan mental di Amerika Serikat ternyata
semakin marak, tidak dapat dihentikan. Data tentang maraknya masalah kesehatan
mental ini dilaporkan oleh Coleman yang malakukan survey pada tahun 1974.
Dengan adanya masalah tersbut maka sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga
perusahaan dituntut untuk menyelenggarakan program layanan bimbingan dan
konseling dalam upaya mengembangkan mental yang sehat, dan mencegah serta menyembuhkan
mental yang tidak sehat.
h. Perkembangan Teknologi
Dengan perkembangan teknologi yang pesat, timbul dua masalah penting yang
menyebabkan kerumitan struktur dan keadaan masyarakat, ialah (1) penggantian
sebagai besar tenaga kerja dengan alat-alat mekanis-elektronik, dan hal ini mau
tidak mau menyebabkan pengangguran, (2) bertambahnya jenis-jenis pekerjaan dan
jabatan baru yang menghendaki keahlian khusus dan memerlukan pendidikan khusus
pula bagi orang-orang yang hendak menjabatnya.
i.
Kondisi Moral dan Keagamaan
Kebebasan untuk menganut agama sesuai dengan keyakinan
masing-masing individu menyebabkan seseorang individu berpikir dan menilai
setiap agama yang dianutnya. Kadang-kadang menilainya berdasarkan nilai-nilai
moral umum yang dianggapnya paling baik sehinga kadang dapat menimbulkan
keraguan akan kepercayaan yang telah diwarisi dari orang tua mereka. Dengan demikian mereka akan dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang tidak mudah untuk ditentukan, karena meyangkut hal yang sangat mendasar dan peka. Makin banyak ragamnya ukuran penilaian, makin besar pula konflik yang diderita oleh individu yang bersangkutan dan makin terasalah kebutuhan akan bimbingan yang baik untuk menanggulanginya.
j.
Kondisi sosial Ekonomi
Perbedaan yang besar dalam faktor ekonomi di antara
anggota kelompok campuran, menimbulkan masalah yang berat. Untuk menanggulangi
masalah ini dengan sendirinya memerlukan adanya bimbingan, baik terhadap mereka
yang datang dari golongan yang kurang mampu atau pun dari mereka golongan
sebaliknya.
Landasan Pedagogis
Bimbingan dan Konseling
Tohirin
(2007: 103) mengatakan bahwa landasan bimbingan dan konseling setidaknya
berkaitan dengan: (1) Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan
bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, (2) Pendidikan
sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan (3) pendidikan lebih lanjut
sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.
Landasan Agama
Bimbingan dan Konseling
Landasan
agama bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai
makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya bimbingan
dan konseling (Prayitno dan Erman Amti, 2003: 233). Pembahasan landasan
religius ini, terkait dengan upaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam
proses bimbingan dan konseling
1. Hakikat Manusia Menurut Agama
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang
mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang
bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai
rujukan (referensi) sikap dan
perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki
motif beragama, rasa keagamaan, dan
kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. 2. Persyaratan Konselor
Landasan religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper,” pemberi bantuan dituntut untuk memilih pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilia-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien atau peserta didik.
Kaitan dengan hal tersebut, Prayitno dan Erman Amti mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut.
a.
Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik
keimanan dan ketaqwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
b.
Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara
garis besar yang relevan dengan masalh klien.
c.
Konselor harus benar-benar memperhatikan dan menghormati agama klien.
Landasan Perkembangan
IPTEK Bimbingan dan Konseling
Landasan
ilmiah dan teknologi membicarakan sifat keilmuan bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multidimensional yang menerima
sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi
1. Keilmuan
Bimbingan dan Konseling
Tohirin
(2007: 101) mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan
kegiatan professional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang
menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya.
Secara keilmuan, bimbingan dan konseling merupakan pengetahuan yang telah
tersusun rapi dan sistematis. Landasan ilmiah bimbingan dan konseling
mengisyaratkan bahwa praktik bimbingan dan konseling harus dilaksanakan atas
dasar keilmuan. Sehingga setiap orang yang berkecimpung dalam bimbingan dan
konseling harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling.
2. Peran Ilmu
Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
Ilmu
bimbingan dan konseling bersifat multireferensial,
artinya suatu disiplin ilmu dengan rujukan atau referensi dari ilmu-ilmu lain
seperti psikologi, ilmu pendidikan, ilmu sosiologi, antropologi, ekonomi, ilmu
agama, ilmu hukum, filsafat, dan lain-lain.
Kontribusi
ilmu-ilmu lain terhadap bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada
pembentukan dan pengembangan teori-teori bimbingan dan konseling melainkan juga
pada praktik pelayanannya.
Selain
memerlukan dukungan dari ilmu lain, praktik bimbingan dan konseling juga
memerlukan dukungan perangkat teknologi. Dukungan perangkat teknologi terhadap
praktik bimbingan dan konseling antara lain dalam pembuatan instrument
bimbingan dan konseling dan penggunaan berbagai alat atau media untuk
memperjelas materi bimbingan dan konseling.
Bimbingan
dan konseling baik pada tataran teori dan praktik bersifat dinamis. Artinya,
bimbingan dan konseling berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
3. Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling
boleh jadi dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun
pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah apabila
pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian
dilapangan. Melalui penelitian suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling
menemukan pembuktian tentang ketepatan/ keefektifan dilapangan. Layanan
bimbingan dan konseling akan semakin berkembangan dan maju jika dilakukan penelitian
secara terus menerus terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan Bimbingan
dan Konseling.
Sejarah
Perkembangan Bimbingan dan Konseling
a. Sejarah Lahirnya Bimbingan Konseling
Gerakan bimbingan lahir pada tanggal 13 Januari 1908 di
Amerika, dengan didirikannya suatu vocational bureau tahun
1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya dikenal sebagai“Father of The
Guedance Movement in American Education”. Yang menekankan pentingnya
setiap individu diberikan pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami
berbagai perbuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat
dipergunakan secara intelijensi dengan memilih pekerjaan yang terbaik yang
tepat bagi dirinya (wieke octora olivia,2012).
Disinilah pertama kalinya istilah Bimbingan (Vocational
Guidance) dikenal, tepatnya pada akhir abad ke-19 hingga awal abad
ke-20 di Boston. Dengan didirikannya biro yang bergerak di bidang profesi dan
ketenaga kerjaan. Dengan tujuan membantu para pemuda dalam memilih karir yang
ia bidangi dan melatih para guru untuk memberikan layanan bimbingan di sekolah Jika
dilihat dari perkembangannya, Bimbingan Konseling mula-mulanya hanya dikenal
sebatas pada bimbingan pekerjaan (Vocational Guidance), sebagaimana
peran dari Biro yang didirikan Frank Parson di Boston. Namun sebenarnya tidak
hanya itu, di sisi lain perkembangan Bimbingan Konseling pun merambah kebidang
pendidikan (Education Guidance) yang dirintis oleh Jasse B.
Davis. dan sekarang dikenal pula adanya bimbingan dalam segi kepribadian (Personal
Guidance).
Pada dasarnya, Bimbingan Konseling tidak hanya berkmbang
pada bidang-bidang tersebut, namun berkembang pula pada bidang-bidang lain yang
meliputi pegertian dan pratek bimbingan dan Konseling, seperti bimbingan dalam
bidang social, kewarganegaraan, keagamaan, dan lain-lain.
Perkembangan
Bimbingan Konseling Di Indonesia
Di Indonesia sendiri, praktek Bimbingan Konseling
sebenarnya sudah lama diperankan, seperti berdirinya organisasi pemuda Budi
Utomo pada tahun 1908, himgga pada periode selanjutnya berdirilah
pergurua Taman Siswa pada tahun 1922 yang diprakarsai oleh Ki Hajar
Dewantara yang menanamkan nilai-nilai Nasionalisme di kalangan para siswanya.
Perkembangan
Bimbingan Konseling dalam Sistem Pendidikan di Indonesia
Di Indonesia, Pelayanan Konseling dalam system pendidikan
Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut
Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama
menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang.(Sarjanaku 2011).Dengan diadakannya konferensi FKIP seluruh Indonesia yang
berlangsung di Malang sejak tanggal 20-24 Agustus 1960, telah diputuskan bahwa
Bimbingan dan Konseling dimasukkan dalam kurikulum FKIP. Hal tersebut
menunjukkan adanya langkah yang lebih maju, yaitu Bimbingan dan Konseling
sebagai suatu ilmu dikupas secara ilmiah. Dengan adanya instruksi
dari pihak pemerintah (Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan) untuk melaksakan
Bimbingan dan Konseling di sekolah-sekolah, telah membuat bimbingan dan
konseling semakin maju di lingkungan sekolah (Bimo Walgito, 2010:17).