Jumat, 27 Februari 2015

RESUME BK MAKNA DAN POSISI SERTA URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN

Pengertian Bimbingan dan Konseling

Bimbingan berasal dari kata to guide kemudian menjadi guidanceyang mempunyai arti menunjukkan, membimbing, menuntun, ataupun membantu. Yang mana bimbingan disini diberikan kepada orang atau sekelompok orang yang mengalami maladjusmen, yaitu kegoncangan pribadi, konflik batin, salah aturan, stress dan lain-lain. 

Sedangkan konseling diambil dari bahasa Inggris counseling dulu diterjemahkan dengan penyuluhan (bersifat umum), sekarang diartikan konseling itu sendiri (bersifat spesifik mengenai kejiwaan). Pelayanan konseling merupakan jantung hati dari usaha layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance program). Konseling adalah bantuan pertolongan, tuntunan yang di berikan kepada seseorang untuk mengatasi kesulitan atau masalah secara langsung berhadapan muka atau face to face relation untuk mencapai kesejahteraan hidup.

   Kondisi Bimbingan dan Konseling di Sekolah  

Bimbingan Konseling (BK) seolah menjadi topik yang tidak menarik untuk dibicarakan. Padahal, jika kita merujuk ke negara yang pendidikannya maju, seperti Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan. Sedangkan di Indonesia isu tentang BK menjadi isu yang belum terlalu menjadi sorotan, kalaupun ada, namun bukanlah menjadi sorotan nasional tetapi hanya sekedar sorotan lingkup daerah saja. Gerakan yang terlihat malah dari daerah, bahkan dari sekolah-sekolah.Isu BK seperti ini mengakibatkan sekolah-sekolah tidak memiliki paradigma yang tunggal terhadap BK. 
 Ada beberapa paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
 
1.    Sekolah yang sadar betul pentingnya BK untuk membangun karakter peserta didik. Kesadaran ini mendorong sekolah ini menata sistem penyelenggaraan BK menjadi salah satu elemen penting sekolah. Untuk membangun sistem tersebut mereka melakukan studi banding, membangun fasilitas BK, memberikan waktu masuk kelas untuk guru BK, melibatkan tenaga BK dalam seluruh proses perkembangan peserta didik, menempatkan BK sebagai rekan guru bukan hanya sebagai pelengkap, mengirim guru-guru BK mengikuti seminar.
2.    Sekolah yang sadar akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi peserta didik, tetapi tidak didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah. Keberadaan BK di sekolah ini antara ada dan tiada, hidup segan mati tak mau. Di sekolah kategori ini semua konsep BK hanya tinggal dalam angan-angan. Untuk membangun manajemen BK di sekolah ini butuh tenaga ekstra. Pendekatan yang dilakukanpun harus bervariasi. Ada pendekatan pragmatis, ada pendekatan struktural.
3.    Sekolah yang masih menerapkan manajemen BK “jadul”. Guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah, hanya menangani orang yang bermasalah. Sekolah ini cenderung tidak terbuka terhadap perkembangan ilmu BK dan tidak melihat fungsi BK dalam pembentukan pribadi siswa. Guru BK masih ditempatkan sebagai pelengkap dalam proses pendidikan anak, bukan sebagai rekan tenaga pengajar. Bahkan ironisnya, yang menjadi guru BK bukan lulusan Bimbingan dan Konseling.
4.    Sekolah yang belum memiliki manajemen BK. Penyebabnya bisa karena belum ada tenaga, atau tidak ada yang tahu sehingga tidak ada yang memulai, atau bisa juga karena masalah finansial, atau menganggap tidak perlu. 
Landasan Psikologis Bimbingan  dan Konseling


   Landasan psikologis merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman bagi konselor tentang perilaku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Untuk kepentingan bimbingan dan konseling, beberapa kajian psikologi yang perlu dikuasai oleh konselor adalah tentang: (1) motif dan motivasi; (2) konflik dan frustasi; (3) sikap; pembawaan dan lingkungan, (3) perkembangan individu; (4 belajar; dan (5) kepribadian.

  Landasan Sosiologis (Sosial-Budaya)  Bimbingan dan Konseling  

    Sekolah tidak dapat melepaskan diri dari situasi kehidupan masyarakat, dan mempunyai tanggung jawab untuk mambantu para siswa atau peserta didik bak sebagai pribadi maupun sebagai calon anggota masyarakat. Sebagai suatu lembaga pendidikan formal, sekolah bertanggung jawab untuk mendidik dan menyiapkan siswa agar berhasil menyesuaikan diri di masyarakat dan mampu memecahkan berbagi masalah yang dihadapinya.
    Di dalam situasi inilah bimbingan dan konseling akan terasa diperlukan sebagai suatu bentuk bantuan kepada siswa. Program bimbingan dan konseling membantu berhasilnya program pendidikan pada umumnya.
   Kebutuhan akan bimbingan timbul karena adanya masalah-masalah yang dihadapi oleh individu yang terlibat dalam kehidupan masyarakat. Semakin rumit struktur masyarakat dan keadaannya, semakin banyak dan rumit pula masalah yang dihadapi oleh individu yang terdapat dalam masyarakat itu. 
   Jadi kebutuhan akan bimbingan itu timbul karena terdapat faktor yang menambah rumitnya keadaan masyarakat di mana individu itu hidup. Faktor-faktor itu di antaranya sebagai berikut. (John J. Pietrofesa dkk., 1980; M. Surya & Rochman N., 1986; dan Rochman N., 1987).
a.       Perubahan Konstelasi Keluarga
Ketidakberfungsian keluarga melahirkan dampak negatif bagi kehidupan moralitas anak. Salah satu bantuan yang dapat memfasilitasi keluarga memecahkan masalah yang dihadapinya adalah layanan bimbingan atau konseling yang berupaya mambantu untuk memelihara keutuhan atau keharmonisan keluarga.
b.      Perkembangan Pendidikan
Berkumpulnya murid-murid dari berbagai kalangan yang berbeda-beda latar belakangnya antara lain: agama, etnis, keadaan sosial, adat istiadat, dan ekonomi. Hal semacam ini menimbulkan bertumpuknya masalah yang dihadapi oleh orang yang terlibat dalam kelompok campuran itu. Pemecahan ini dapat diperoleh dengan melaksanakan bimbingan bagi anggota kelompok yang bersangkutan, dalam hal ini kelompok murid sekolah.
c.       Dunia Kerja
Berbagai perubahan dalam dunia kerja menuntut keahlian khusus dari para pekerja. Untuk itu dipersiapkan tenaga-tenaga yang terampil dan memiliki sikap mental yang tangguh dalam bekerja. Bimbingan dan konseling diperlukan untuk membantu menyiapkan mental para pekerja yang tangguh itu.
d.      Perkembangan Kota Metropolitan
Kecenderungan bertumbuhnya kota-kota abad ke-21 akan mendorong semakin meledaknya arus urbanisasi. Kondisi ini akan menimbulkan dampak sosial yang buruk bagi kehidupan masyarakat perkotaan. Bimbingan dan konseling dibutuhkan untuk membantu masyarakat mengatasi masalah-masalah psikologis sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
e.       Perkembangan Komunikasi
Dampak media massa (terutama televisi) terhadap kehidupan manusia sangatlah besar. Televisi telah menjadi pusat hiburan keluarga. Di samping itu program-program yang ditayangkannya tidak sedkit yang merusak nilai-nilai pendidikan, karena banyak adegan kekerasan, mistik dan moral. Dalam hal ini layanan bimbingan yang memfsilitasi berkembangnya kehidupan anak dalam mengambil keputusan (decision-making skill) merupakan pendekatan yang sangat tepat.
f.       Seksisme dan Rasisme
Seksisme merupakan paham yang mengunggulkan salah satu jenis kelamin dari jenis kelamin lainnya. Sementara rasisme merupakan paham yang mengunggulkan ras yang salah satu dari ras lainnya. Di Amerika, seksisme masih merupakan kebiasaan atau fenomena umum dikalangan masyarakat. Fenomena ini seperti terlihat dari sikap orang tua yang masih memegang budaya tradisional dalam pemilihan karir bagi anak wanita, yang membatasi atau tidak memberikan kebebasan kepada anak wanita untuk memilih sendiri karir yang diminatinya.

g.      Kesehatan Mental
Masalah kesehatan mental di Amerika Serikat ternyata semakin marak, tidak dapat dihentikan. Data tentang maraknya masalah kesehatan mental ini dilaporkan oleh Coleman yang malakukan survey pada tahun 1974. Dengan adanya masalah tersbut maka sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga perusahaan dituntut untuk menyelenggarakan program layanan bimbingan dan konseling dalam upaya mengembangkan mental yang sehat, dan mencegah serta menyembuhkan mental yang tidak sehat.
h.      Perkembangan Teknologi
Dengan perkembangan teknologi  yang pesat, timbul dua masalah penting yang menyebabkan kerumitan struktur dan keadaan masyarakat, ialah (1) penggantian sebagai besar tenaga kerja dengan alat-alat mekanis-elektronik, dan hal ini mau tidak mau menyebabkan pengangguran, (2) bertambahnya jenis-jenis pekerjaan dan jabatan baru yang menghendaki keahlian khusus dan memerlukan pendidikan khusus pula bagi orang-orang yang hendak menjabatnya.
i.        Kondisi Moral dan Keagamaan
Kebebasan untuk menganut agama sesuai dengan keyakinan masing-masing individu menyebabkan seseorang individu berpikir dan menilai setiap agama yang dianutnya. Kadang-kadang menilainya berdasarkan nilai-nilai moral umum yang dianggapnya paling baik sehinga kadang dapat menimbulkan keraguan akan kepercayaan yang telah diwarisi dari orang tua mereka. 
Dengan demikian mereka akan dihadapkan kepada pilihan-pilihan yang tidak mudah untuk ditentukan, karena meyangkut hal yang sangat mendasar dan peka. Makin banyak ragamnya ukuran penilaian, makin besar pula konflik yang diderita oleh individu yang bersangkutan dan makin terasalah kebutuhan akan bimbingan yang baik untuk menanggulanginya.
j.        Kondisi sosial Ekonomi
Perbedaan yang besar dalam faktor ekonomi di antara anggota kelompok campuran, menimbulkan masalah yang berat. Untuk menanggulangi masalah ini dengan sendirinya memerlukan adanya bimbingan, baik terhadap mereka yang datang dari golongan yang kurang mampu atau pun dari mereka golongan sebaliknya.

Landasan Pedagogis Bimbingan dan Konseling
Tohirin (2007: 103) mengatakan bahwa landasan bimbingan dan konseling setidaknya berkaitan dengan: (1) Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan, (2) Pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling, dan (3) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan dan konseling.

Landasan Agama Bimbingan dan Konseling
     Landasan agama bimbingan dan konseling pada dasarnya ingin menetapkan klien sebagai makhluk Tuhan dengan segenap kemuliaannya menjadi fokus sentral upaya bimbingan dan konseling (Prayitno dan Erman Amti, 2003: 233). Pembahasan landasan religius ini, terkait dengan upaya mengintegrasikan nilai-nilai agama dalam proses bimbingan dan konseling
1.      Hakikat Manusia Menurut Agama
Menurut sifat hakiki manusia adalah makhluk beragama (homo religius), yaitu makhluk yang mempunyai fitrah untuk memahami dan menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, serta sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai rujukan (referensi) sikap dan perilakunya. Dapat juga dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang memiliki motif  beragama, rasa keagamaan, dan kemampuan untuk memahami serta mengamalkan nilai-nilai agama. 
2.      Persyaratan Konselor 
    Landasan religius dalam bimbingan dan konseling mengimplikasikan bahwa konselor sebagai “helper,” pemberi bantuan dituntut untuk memilih pemahaman akan nilai-nilai agama, dan komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilia-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari, khususnya dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling kepada klien atau peserta didik.
 Kaitan dengan hal tersebut, Prayitno dan Erman Amti mengemukakan persyaratan bagi konselor, yaitu sebagai berikut.
a.       Konselor hendaklah orang yang beragama dan mengamalkan dengan baik keimanan dan ketaqwaannya sesuai dengan agama yang dianutnya.
b.       Konselor sedapat-dapatnya mampu mentransfer kaidah-kaidah agama secara garis besar yang relevan dengan masalh klien.
c.       Konselor harus benar-benar memperhatikan dan  menghormati agama klien.

Landasan Perkembangan IPTEK Bimbingan dan Konseling
Landasan ilmiah dan teknologi membicarakan sifat keilmuan bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai ilmu yang multidimensional yang menerima sumbangan besar dari ilmu-ilmu lain dan bidang teknologi

1.    Keilmuan Bimbingan dan Konseling
            Tohirin (2007: 101) mengatakan bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan professional yang dilaksanakan atas dasar keilmuan baik yang menyangkut teori-teorinya, pelaksanaan kegiatannya, maupun pengembangannya. Secara keilmuan, bimbingan dan konseling merupakan pengetahuan yang telah tersusun rapi dan sistematis. Landasan ilmiah bimbingan dan konseling mengisyaratkan bahwa praktik bimbingan dan konseling harus dilaksanakan atas dasar keilmuan. Sehingga setiap orang yang berkecimpung dalam bimbingan dan konseling harus memiliki ilmu bimbingan dan konseling.
2.    Peran Ilmu Lain dan Teknologi dalam Bimbingan dan Konseling
            Ilmu bimbingan dan konseling bersifat multireferensial, artinya suatu disiplin ilmu dengan rujukan atau referensi dari ilmu-ilmu lain seperti psikologi, ilmu pendidikan, ilmu sosiologi, antropologi, ekonomi, ilmu agama, ilmu hukum, filsafat, dan lain-lain.
            Kontribusi ilmu-ilmu lain terhadap bimbingan dan konseling tidak hanya terbatas kepada pembentukan dan pengembangan teori-teori bimbingan dan konseling melainkan juga pada praktik pelayanannya.
            Selain memerlukan dukungan dari ilmu lain, praktik bimbingan dan konseling juga memerlukan dukungan perangkat teknologi. Dukungan perangkat teknologi terhadap praktik bimbingan dan konseling antara lain dalam pembuatan instrument bimbingan dan konseling dan penggunaan berbagai alat atau media untuk memperjelas materi bimbingan dan konseling.
            Bimbingan dan konseling baik pada tataran teori dan praktik bersifat dinamis. Artinya, bimbingan dan konseling berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.    Pengembangan Bimbingan Konseling Melalui Penelitian
Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling boleh jadi dapat dikembangkan melalui proses pemikiran dan perenungan, namun pengembangan yang lebih lengkap dan teruji didalam praktek adalah apabila pemikiran dan perenungan itu memperhatikan pula hasil-hasil penelitian dilapangan. Melalui penelitian suatu teori dan praktek bimbingan dan konseling menemukan pembuktian tentang ketepatan/ keefektifan dilapangan. Layanan bimbingan dan konseling akan semakin berkembangan dan maju jika dilakukan penelitian secara terus menerus terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan Bimbingan dan Konseling.
Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling
a.   Sejarah Lahirnya Bimbingan Konseling
Gerakan bimbingan lahir pada tanggal 13 Januari 1908 di Amerika, dengan didirikannya suatu vocational bureau tahun 1908 oleh Frank Parsons yang utuk selanjutnya dikenal sebagai“Father of The Guedance Movement in American Education”. Yang menekankan pentingnya setiap individu diberikan pertolongan agar mereka dapat mengenal atau memahami berbagai perbuatan dan kelemahan yang ada pada dirinya dengan tujuan agar dapat dipergunakan secara intelijensi dengan memilih pekerjaan yang terbaik yang tepat bagi dirinya (wieke octora olivia,2012).
Disinilah pertama kalinya istilah Bimbingan (Vocational Guidance) dikenal, tepatnya pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 di Boston. Dengan didirikannya biro yang bergerak di bidang profesi dan ketenaga kerjaan. Dengan tujuan membantu para pemuda dalam memilih karir yang ia bidangi dan melatih para guru untuk memberikan layanan bimbingan di sekolah Jika dilihat dari perkembangannya, Bimbingan Konseling mula-mulanya hanya dikenal sebatas pada bimbingan pekerjaan (Vocational Guidance), sebagaimana peran dari Biro yang didirikan Frank Parson di Boston. Namun sebenarnya tidak hanya itu, di sisi lain perkembangan Bimbingan Konseling pun merambah kebidang pendidikan (Education Guidance) yang dirintis oleh Jasse B. Davis. dan sekarang dikenal pula adanya bimbingan dalam segi kepribadian (Personal Guidance).
Pada dasarnya, Bimbingan Konseling tidak hanya berkmbang pada bidang-bidang tersebut, namun berkembang pula pada bidang-bidang lain yang meliputi pegertian dan pratek bimbingan dan Konseling, seperti bimbingan dalam bidang social, kewarganegaraan, keagamaan, dan lain-lain.
Perkembangan Bimbingan Konseling Di Indonesia 
Di Indonesia sendiri, praktek  Bimbingan Konseling sebenarnya sudah lama diperankan, seperti berdirinya organisasi pemuda Budi Utomo pada tahun 1908, himgga pada periode selanjutnya berdirilah pergurua  Taman Siswa pada tahun 1922 yang diprakarsai oleh Ki Hajar Dewantara yang menanamkan nilai-nilai Nasionalisme di kalangan para siswanya.
Perkembangan Bimbingan Konseling dalam Sistem Pendidikan di Indonesia
Di Indonesia, Pelayanan Konseling dalam system pendidikan Indonesia mengalami beberapa perubahan nama. Pada kurikulum 1984 semula disebut Bimbingan dan Penyuluhan (BP), kemudian pada Kurikulum 1994 berganti nama menjadi Bimbingan dan Konseling (BK) sampai dengan sekarang.(Sarjanaku 2011).Dengan diadakannya konferensi FKIP seluruh Indonesia yang berlangsung di Malang sejak tanggal 20-24 Agustus 1960, telah diputuskan bahwa Bimbingan dan Konseling dimasukkan dalam kurikulum FKIP. Hal tersebut menunjukkan adanya langkah yang lebih maju, yaitu Bimbingan dan Konseling sebagai suatu ilmu dikupas secara ilmiah.  Dengan adanya instruksi dari pihak pemerintah (Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan) untuk melaksakan Bimbingan dan Konseling di sekolah-sekolah, telah membuat bimbingan dan konseling semakin maju di lingkungan sekolah (Bimo Walgito, 2010:17).