Rabu, 30 Desember 2015

ARTIKEL MULTIMEDIA

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA MELALUI MODEL TREFINGGER 

Perkembangan di era globalisasi ini menuntut individu untuk memiliki kemampuan komunikasi dan kreatifitas yang sangat baik. Untuk menghadapi permasalahan yang ada sekarang ini harus ada peningkatan dari segi sumber daya manusia (SDM). Karena sekarang ini manusia di hadapkan dengan berbagai masalah dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan kreatifitas adalah melalui pendidikan. Di bidang pendidikan kemapuan komunikasi dan kreatifitas sangat berperan. Hal tersebut dilakukan dengan maksud agar pembelajaran yang dilaksanakan dapat mengembangkan kemampuan komunikasi dan kreatifitas siswa. Dengan seperti itu maka dunia pendidikan berkontribusi besar bagi peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang nantinya memiliki kemampuan komunikasi dan kreatifitas yang baik. Mengembangkan kemampuan kreatifitas dan pemecahan masalah bagi siswa adalah melalui pembelajaran matematika. Kemampuan kreatifitas adalah salah satu kemampuan yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah. Menurut E. Mulyasa (2007: 13) pada dasarnya pendidikan adalah suatu proses membantu manusia mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan dengan sikap terbuka dan kreatif tanpa kehilangan identitas dirinya. Sedangkan tujuan umum pendidikan sendiri yaitu: meletakkan dan meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan yang lebih lanjut. Kemampuan berpikir kreatif siswa tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Disini diperlukan peran guru untuk membantu membimbing siswa dalam mengembangkan berpikir secara logis, kreatif, cerdas, rasa ingin tahu dan terbuka. Pembelajaran matematika bukan hanya sekedar berhitung tanpa ada makna,pembelajaran matematika seharusnya mengembangkan kemampuan siswa dan membuat siswa berperan aktif. Pembelajaran merupakan kegiatan yang paling penting untuk menciptakan siswa yang berkualitas. Pembelajaran bukan hanya berpusat pada guru saja tetapi siswa juga harus berperan aktif dalam setiap pembelajaran. Pihak sekolah ataupun guru harus mnegembangkan proses pembelajaran yang mampu menarik siswa dalam mengikuti kegiatan belajar. Siswa harus lebih diajak aktif dalam berbagai pembelajaran yang dilakukan supaya kemampuan kreatifitas siswa meningkat dan siswa tidak hanya menghafal dan memahami tetapi siswa juga melaksanankannya dalam pemecahan masalah di kehidupan sehari-hari. Metode pembelajaran yang dilakukan guru sekarang ini kurang mampu membuat siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif. Metode pembelajaran yang diterapkan hanyalah sebatas guru menerangkan, memberi contoh,dan memberi latihan. Metode pembelajaran seperti ini tidak akan mampu membuat siswa menjadi berpikir kreatif. Salah satu metode yang dapat menyelesaikan masalah mengenai kemampuan berpikir kreatif adalah metode pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Trefingger. Metode pembelajaran dengan menggunakan model Trefingger adalah suatu strategi pembelajaran yang dikembangkan dari model belajar kreatif yang bersifat developmental dan mengutamakan segi proses. Strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh Treffinger yang berdasarkan kepada model belajar kreatifnya (Sunata, 2008: 15). Model Trefingger memiliki tiga tahapan pembelajaran yaitu, 1. Tahap Pengembangan Fungsi Divergen Pada tahap ini penekanannya keterbukaan pada gagasan – gagasan baru dan berbagai kemungkinan atau alternatif penyelesaian. Kegiatan – kegiatan pada tahap ini tidak mengarah kepada ditemukannya satu jawaban yang benar tetapi ada sejumlah kemungkinan jawaban dari penerimaan banyak gagasan dan jawaban yang berbeda. Tujuan dari tahap pengembangan fungsi – fungsi divergen ini adalah mempersiapkan materi yang akan diajarkan kepada siswa. 2. Tahap Pengembangan Berfikir dan Merasakan Secara Lebih Kompleks Pada tahap ini penekanannya pada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks disertai ketegangan dan konflik. Siswa diajak untuk meluaskan pemikiran mereka dan berperan serta dalam kegiatan – kegiatan yang lebih majemuk dan menantang serta mempersiapkan siswa untuk menjadi mandiri dalam menghadapi masalah atau tantangan dengan cara yang kreatif. Tujuan dari teknik pada tahap ini adalah untuk memahami konsep serta menambah wawasan dengan menghubungkan materi sebelumnya dan materi selanjutnya 3. Tahap Keterlibatan Dalam Tantangan Nyata Pada tahap ini, siswa menggunakan kemampuan mereka dengan cara – cara yang bermakna untuk kehidupannya. Siswa tidak hanya belajar kemampuan berfikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka. Pengtreffingeran (conditioning) dapat meningkatkan kemampuan siswa. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam menyajikan masalah secara matematik, menemukan kata kunci permasalahan, mengembangkan metode penyelesaian masalah yang efektif dan menemukan solusi masalah yang tepat akan meningkat. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model Treffinger dianggap dapat meningkatkan berfikir kreatif matematik siswa karena melatih siswa untuk mengungkapkan gagasannya secara kreatif yang pada akhirnya siswa akan mampu menemukan cara yang paling efektif untuk memecahkan sebuah masalah. Selain itu, model ini juga melibatkan aspek afektif dalam pemecahan masalah yang membuat siswa dapat memehami situasi dan kondisi dalam suatu permasalahan Dalam pembelajaran matematika, siswa sering dihadapkan pada masalah yang rumit. Oleh karena itu, kemampuan berpikir kreatif sangat diperlukan. Berpikir kreatif adalah kemampan mendayagunakan potensi yang dimiliki yang muncul dari berbagai keadaan. Menurut psikolog Robert W. Olson, hambatan-hambatan seseorang untuk menjadi kreatif antara lain: a. Kebiasaan b. Waktu c. Dibanjiri masalah d. Tidak ada masalah e. takut gagal f. Kebutuhan akan sebuah jawaban h. takut bersenang-senang i. Dibutuhkan ide-ide dan gagasan yang fleksibel A. Definisi Berpikir Kreatif Berpikir kreatif adalah upaya untuk menghubungkan benda-benda atau gagasan-gagasan yang sebelumnya tidak berhubungan. Berpikir kreatif menggunakan benda-benda atau gagasan-gagasan yang sudah nyata ada dan di dalam pikiran kitalah sesungguhnya proses nyata itu berlangsung. Proses ini tidak harus selalu menciptakan suatu konsep-konsep baru, walaupun hasil akhirnya mungkin akan tampak sebagai sesuatu yang baru hasil dari penggabungan dua atau lebih dari konsep-konsep yang sudah ada. Cara berpikir kreatif adalah cara berpikir yang dipenuhi dengan ide atau gagasan dalam mengembangkan daya imajinasi. Berpikir kreatif adalah kemampan mendayagunakan potensi yang dimiliki yang muncul dari berbagai keadaan. Menurut psikolog Robert W. Olson, hambatan-hambatan seseorang untuk menjadi kreatif antara lain: a. Kebiasaan: kebiasaan dalam melaksanakan pekerjaan yang sama dengan cara yang sama. b. Waktu: kesibukan sering dijadikan alasan untuk tidak kreatif, padahal setiap orang, baik yang kreatif sekalipun.mempunyai waktu yang sama 1 hari 24 jam c. Dibanjiri masalah: Hidup tidak terlepas dari yang namanya masalah, Tetapi jika kita mempu menentukan skala prioritas, maka kita dapat memandang semua masalah tantangan kreatif d. Tidak ada masalah: Kita adalah makhluk pemecah masalah yang terus-menerus menghadapi dan memecahkan sejumlah masalah. Jika masalah kita dipecahkan secara otomatis atau menurut kebiasan kita tidak akan pernah mempunyai masalah. e. Takut gagal: kegagalan manusia dalam berusaha dapat berbentuk pengasingan, kritik, kehilangan waktu,kecelakaan. Akan tetapi, lebih baik gagal dari pada tidak pernah mencoba f. Kebutuhan akan sebuah jawaban sekarang: Manusia tidak mau mengalami kesulitan karena tidak memiliki jawaban langsung. Jadi ketika masalah dikemukakan, kita secara langsung memberikan pemecahan. g. Kurang memperluas wawasan: Setiap orang harus terus belajar mengembangkan diri, memperluas wawasan dengan membaca dan praktik. h. Takut bersenang-senang: Manusia sering tidak sadar bahwa rileks, bergembira, dan santai merupakan aspek-aspek penting dari proses pemecahan masalah secara kreatif, sedangkan situasi tegang dan stres akan menumpulkan kreativitas seseorang. i. Dibutuhkan ide-ide dan gagasan yang fleksibel: Setiap gagasan dan ide baru dab segar akan selalu merangsang kreativitas seseorang, akan tetapi ide pemecahan masalah di suatu B. Pengertian Model Trefingger Model Treffinger untuk Mendorong Belajar Kreatif merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Denagan melibatkan, baik keterampilan kognitif maupun afektif pada setiap tingkat pada model ini, Treffinger menunjukan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif. Model Treffinger adalah suatu strategi pembelajaran yang dikembangkan dari model belajar kreatif yang bersifat developmental dan mengutamakan segi proses. Strategi pembelajaran yang dikembangkan oleh Treffinger yang berdasarkan kepada model belajar kreatifnya (Sunata, 2008: 15). Dalam pembelajaran ini, penyajian materi dilakukan melalui permainan, diskusi, bermain peran, dan lain-lain. Dengan demikian siswa tidak semata-mata dituntut untuk belajar sesuatu materi dari suatu bahan ajar. Dampak dari hal tersebut di atas adalah memotivasi kreativitas siswa dan pada akhirnya siswa akan mendapatkan rasa senang, puas dan pengalaman terbaik dalam hidupnya. Model Trefingger memiliki tiga tahapan pembelajaran yaitu, 4. Tahap Pengembangan Fungsi Divergen Pada tahap ini penekanannya keterbukaan pada gagasan – gagasan baru dan berbagai kemungkinan atau alternatif penyelesaian. Kegiatan – kegiatan pada tahap ini tidak mengarah kepada ditemukannya satu jawaban yang benar tetapi ada sejumlah kemungkinan jawaban dari penerimaan banyak gagasan dan jawaban yang berbeda. Tujuan dari tahap pengembangan fungsi – fungsi divergen ini adalah mempersiapkan materi yang akan diajarkan kepada siswa. 5. Tahap Pengembangan Berfikir dan Merasakan Secara Lebih Kompleks Pada tahap ini penekanannya pada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks disertai ketegangan dan konflik. Siswa diajak untuk meluaskan pemikiran mereka dan berperan serta dalam kegiatan – kegiatan yang lebih majemuk dan menantang serta mempersiapkan siswa untuk menjadi mandiri dalam menghadapi masalah atau tantangan dengan cara yang kreatif. Tujuan dari teknik pada tahap ini adalah untuk memahami konsep serta menambah wawasan dengan menghubungkan materi sebelumnya dan materi selanjutnya 6. Tahap Keterlibatan Dalam Tantangan Nyata Pada tahap ini, siswa menggunakan kemampuan mereka dengan cara – cara yang bermakna untuk kehidupannya. Siswa tidak hanya belajar kemampuan berfikir kreatif, tetapi juga bagaimana menggunakan informasi ini dalam kehidupan mereka. Pengtreffingeran (conditioning) dapat meningkatkan kemampuan siswa. Oleh karena itu, kemampuan siswa dalam menyajikan masalah secara matematik, menemukan kata kunci permasalahan, mengembangkan metode penyelesaian masalah yang efektif dan menemukan solusi masalah yang tepat akan meningkat. Penggunaan Model Treffinger Mungkin sumbangan terbesar dari model mendorong belajar kreatif adalah terhadap pengembangan kurikulum siswa berbakat yang menunjukan peningkatan dari keterampilan tidak terbatas pada keterampilan dasar. Model ini menunjukan secara grafis bahwa belajar kreatif mempunyai tingkat dari yang relatif sederhana sampai dengan yang majemuk. Pembelajaran matematika dengan menggunakan model Treffinger dianggap dapat meningkatkan berfikir kreatif matematik siswa karena melatih siswa untuk mengungkapkan gagasannya secara kreatif yang pada akhirnya siswa akan mampu menemukan cara yang paling efektif untuk memecahkan sebuah masalah. 

 DAFTAR PUSTAKA 

Faizah, Ulfa Aminatul. (2013). Analisis Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Peserta Didik di MTs Futuhiyyah 2 Mraggen Melalui Pemberian Soal Open-Ended. [Online]. [ 1 November 2014]. 
Maryati,Y. (2007). Perbandingan Peningkatan Prestasi Beajar Matematika antara Siswa SMP Yang Mendapat Pembelajaran Model Penemuan Terbimbing dan Model Trefingger. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Bandung. Tidak diterbitkan Rosyid. (2010). Skripsi Pengaruh 
 Kemampuan Berpikir Kreatif Terhadap Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas VIII di MTs Negeri Babakan Ciwaringin Cirebon . [Online]. http://www.Rosyid.info/2010/06/berfikirkreatif.html. [20 November 2014]. Suherman, Erman. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika untuk Guru dan Mahasiswa Calon Guru Matematika. Bandung: Suriany, Erma. (2013). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMA Melalui Pembelajaran Math-Talk Learning Community.[Online]. Tersedia : respository.upi.edu. [20 November 2014].

Tugas Multimedia Video Pembelajaran Deret Aritmetika Kelas XII SMA-LB Cicendo

Jumat, 01 Mei 2015

resume bk 8



KONSEP DASAR DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR
DAN PENGAJARAN REMEDIAL

2.1.  Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
2.1.1.    Definisi Diagnostik Kesulitan Belajar
Guru sebagai pendidik dituntut untuk bertanggung jawab atas perkembangan peserta didiknya. Kegiatan memahami kesulitan belajar peserta didik ini dikenal dengan istilah diagnostik kesulitan belajar. Dalam memahami apa yang dimaksud diagnostik kesulitan belajar, sebelumnya kita harus memahami istilah diagnostik dan kesulitan belajar.
a)    Diagnostik
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), diagnosis/di·ag·no·sis/  adalah penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya. Banyak ahli mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian diagnostik antara lain, menurut Harriman dalam bukunya Handbook of Psychological Term, diagnostik adalah suatu analisis terhadap kelainan atau salah penyesuaian dari pola gejala-gejalanya. Jadi diagnostik merupakan proses pemeriksaan terhadap hal-hal yang dipandang tidak beres atau bermasalah.
Sedangkan menurut Webster, diagnosik diartikan sebagai proses menentukan hak menentukan permasalahan kikat kelainan atau ketidakmampuan dengan ujian, dan melalui ujian tersebut dilakukan suatu penelitian yang hati-hati terhadap fakta-fakta yang dijumpai, yang selanjutnya untuk menentukan permasalan yang dihadapi.
Maka dapat disimpulkan bahwa diagnosik adalah penentuan jenis masalah atau kelainan dengan meneliti latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala yang tampak.
b)   Kesulitan Belajar
Secara harfiah, kesulitan belajar didefinisikan sebagai rendahnya kepandaian yang dimiliki seseorang dibandingkan dengan kemampuan yang seharusnya dicapai orang itu pada umur tersebut. Kesulitan belajar secara informal dapat dikenali dari keterlambatan dalam perkembangan kemampuan seorang anak. Kesulitan atau hambatan belajar yang dialami oleh peserta didik dapat berasal dari faktor fisiologik, psikologik, instrument, dan lingkungan belajar.
Beberapa kasus memperlihatkan bahwa kesulitan belajat ini mempengaruhi banyak aspek kehidupan seseorang, baik itu di sekolah, pekerjaan, rutinitas sehari-hari, kehidupan keluarga, atau bahkan terkadang dalam hubungan persahabatan dan bermain. Beberapa penderita menyatakan bahwa kesulitan ini berengaruh pada kebahagiaan mereka. Sementara itu, bagi penderita lain, gangguan ini menghambat proses belajar mereka, sehingga tentu saja pada gilirannya juga akan berdampak pada aspek lain kehidupan mereka.
Maka dapat disimpulkan bahwa diagnostik kesulitan belajar merupakan proses menentukan masalah atas ketidakmampuan peserta didik dalam belajar dengan meneliti latar belakang penyebabnya dan atau dengan cara menganalisis gejala-gejala kesulitan atau hambatan belajar yang nampak.

2.1.2.    Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
Mengenali kesulitan belajar jelas berbeda dengan mendiagnostik penyakit cacar air atau campak. Cacar air dab campak tergolong penyakit dengan gejala yang dapat dikenali dengan mudah. Berbeda dengan LD (Learning Disorder/Gangguan belajar) yang sangat rumit dan meliputi begitu banyak kemungkinan penyebab, gejala-gejala, perawatan, serta penanganan.LD sangatlah sulit untuk didiagnostik dan dicari penyebabnya secara pasti.Hingga saat ini, belum ditemukan obat atau perawatan yang sanggup menyembuhkan mereka sepenuhnya.
Tidak semua kesulitan dalam proses belajar dapat disebut LD. Sebagian anak mungkin hanya mengalami kesulitan dalam mengembangkan bakatnya. Kadang-kadang, seseorang memperlihatkan ketidakwajaran dalam perkembangan alaminya, sehingga
Kriteria yang harus dipenuhi sebelum seseorang dinyatakan menderita LD tertuang dalam buku petunjuk yang berjudul DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders). Kesulitan belajar dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu :
1.      Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa
Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa sering menjadi indikasi awal bagi kesulitan belajar yang dialami seorang anak. Orang yang mengalami kesulitan jenis ini menemui kesulitan dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa yang tepat, berkomunikasi dengan orang lain melalui penggunaan bahasa yang benar, atau memahami apa yang orang lain katakan.
2.      Permasalahan dalam hal kemampuan akademik
Siswa-siswi yang mengalami gangguan kemampuan akademik berbaur bersama teman-teman sekelasnya demi meningkatkan kemampuan membaca, menulis, dan berhitung mereka.
3.      Kesulitan lainnya, yang mencakup kesulitan dalam mengoordinasi gerakan anggota tubuh serta permasalahan belajar yang belum dicakup oleh kedua kategori di atas.
Kesulitan lainnya seperti “gangguan kemampuan motorik” dan “gangguan perkembangan khusus yang belum diklasifikasikan”.Gejala-gejalanya adalah keterlambatan atau keterbelakangan dalam memahami bahasa, kemampuan akademis serta motorik yang pada gilirannya memengaruhi kemampuannya untuk memelajari sesuatu.Tetapi bedanya, ini semua tidak sesuai kriterianya dengan jenis-jenis keterlambatan belajar yang telah kita bahas sebelumnya.Gejala-gejala ini juga mencakup gangguan koordinasi tubuh yang pada gilirannya dapat mengakibatkan buruknya tulisan seseorang, dan begitu pula halnya dengan kesulitan mengeja serta mengingat.

2.1.3.    Faktor Penyebab Munculnya Kesulitan Belajar
Beberapa faktor penyebab munculnya kesulitan belajar menurut Sukardi dibedakan menjadi dua, yaitu :
a)      Faktor internal yang meliputi:
1.      Kesehatan
Kondisi fisik secara umum dapat memengaruhi kemampuan mencapai suatu tujuan. Kesehatan yang buruk dapat berpengaruh pada tingginya ketidakhadiran siswa dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu, siswa yang kurang sehat juga tidak bisa mencapai potensi yang sebenarnya.
2.      Problem Menyesuaikan Diri
Walaupun faktor ini erat kaitannya dengan masyarakat sekitarnya namun sumber utama faktor ini berasal dari salam diri siswa, sebagai contoh memiliki gangguan emosional. Prilaku siswa yang mengalami gangguan emosional ditandai dengan hal (1) siswa menolak untuk belajar dan hanya ingin melakukan yang dia senangi, (2) siswa menjadi nakal, agresif, dan menyerang siswa lain secara terbuka, (3) siswa berprestasi negatif terhadap kegiatan belajar, (4) siswa memindahkan kekerasan dari rumah ke sekolah  apabila ia menjadi korban kekerasan orang tuanya ataupun saudaranya, dan (5) siswa menolak perintah belajar atau tekanan lain dari orang tua.
b)      Faktor eksternal yang meliputi:
1.      Lingkungan
Faktor ini merupakan faktor yang tidak mudah diidentifikasi. Problem lingkungan muncul sebagai hasil reaksi atau perubahan dalam diri siswa terhadap keluarga ataupun lingkungannya. Penolakan lingkungan terhadap diri siswa pun dapat menjadi problem yang sulit dalam belajar.
2.      Cara Guru Mengajar yang Tidak Baik
Karena cara mengajar guru yang tidak baik dapat menimbulkan kesulitan belajar pada siswa. Agar hal ini tidak terjadi maka guru perlu melakukan perbaikan secara berkala, baik penguasaan metode mengajar maupun materi ajar.
3.      Orang Tua Siswa
Orang tua yang tidak mau atau tidak mampu menyediakan buku atau fasilitas belajar yang memadai bagi anaknya atau mereka yang tidak mau mengawasi anaknya dalam belajar menjadi faktor yang dapat menjadi pemicu timbulnya kesulitan belajar.
4.      Masyarakat Sekitar
Masyarakat di sekitar siswa dapat menjadi sumber masalah, ketika keberadaan masyarakat tidak kondusif terhadap kebutuhan siswa secara individual maupun kelompok.

2.1.4.    Ciri-Ciri Peserta Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar
Pengetahuan tentang ciri-ciri siswa lamban belajar dan berprestasi rendah sangat penting dikuasai guru. Pengetahuan itu memberi dasar keterampilan dalam menangani siswa yang sedang menghadapi kesulitan belajar disekolah. Siswa lamban belajar dan berprestasi rendah adalah siswa yang kurang mampu menguasaipengetahuan dalam batas waktu yang telah ditentukan karena ada faktor  tertentu yang mempengaruhinya. Faktor itu antara lain disebabkan lemahnya kemampuan siswa menguasai pengetahuan dan keterampilan dasar tertentu pada sebagian materi pelajaran yang harus dikuasai sebelunya. Pengetahuan dan keterampilan dasar itu pada umumnya berkisar pada pelajaran membaca, menulis,dan berhitung. Akibat kelemahan itu, siswa akan selalu menghadapi kesulitan mempelajari pengetahuan lainya, sehingga prestasi yang diperolehnya menjadi rendah bahkan gagal meraih sukses di sekolah, jika tidak ada usaha untuk memperbaikinya.
Ciri-ciri umum siswa lamban belajar dapat dipahami melalui pengamatan fisik siswa, perkembangan mental, intelektual, sosial, ekonomi, kepribadian, dan proses-proses belajar yang yang dilakukannya di sekolah dan di rumah. Ciri-ciri itu dianalisis agar diperoleh kejelasan yang konkret tentang gejala dan sebab-sebab kesulitan belajar siswa di sekolah dan di rumah. Rincian analisisnya mencakup hal-hal sebagai berikut: fisik, perkembangan mental, sosial, perkembangan kepribadian, proses-proses belajar yang dilakukannya.
Ketidaksanggupan siswa lamban belajar dalam menguasai pengetahuan mempengaruhi sikap dan perilakunya menjadi tidak cocok dengan lingkungan sekelilingnya sehingga mengundang masalah orang-orang di sekitarnya. Ketidaksanggupan belajar disebabkan kerusakan-kerusakan tertentu pada diri seseorang yang membuat seseorang itu lamban belajar. Menurut Cece Wijaya (2010),  kerusakan-kerusakan itu dikategorikan dalam empat hal, yaitu:
1.      Dyslexia, adalah kelemahan-kelemahan belajar di bidang menulis dan berbicara. Ciri-cirinya adalah sulit mengingat huruf, kata, tulisan, dan suara.
2.      Dyscalculia, adalah kesulitan mengenal angka dan pemahaman terhadap konsep dasar matematika. Kelemahan umum di bidang dyslexia kadang-kadang muncul di bidang pelajaran matematika. Karena itu kerusakan-kerusakan di bidang dyslexia berpengaruh terhadap kerusakan-kerusakan di bidang dyscalculia, demikian pula sebaliknya.
3.      Attention Defisit Hyperactive Disorder (ADHD), adalah pemusatan perhatian terhadap masalah-masalah yang sedang dihadapinya. Siswa lamban belajar dapat memusatkan perhatiannya hanya berkisar pada satu pokok bahasan saja, ia kurang mampu menyelesaikan tugas-tugas yang beraneka ragam yang membuat dirinya menjadi kacau.
4.      Spatial, motor, ad perceptual defisits, adalah kondisi lemah dalam menilai dirinya menurutukuran ruang dan waktu.
Kerusakan lainnya yang membuat siswa lamban belajar adalah Social defisits, yaitu kesulitan mengembangkan keterampilan sosial. Kesulitan itu dapat membuat ketidaksanggupan menemukan jati dirinya. Gejala-gejalanya adalah (1) sulit menangkap tanda-tanda tingkah laku sosial, seperti dalam mencurahkan idemelalui raut muka dan gerakan-gerakan motorik lainnya, (2) sering nmemotong pembicaaan orang, (3) berbicara dengan keras, (4) sulit berteman, dan (5) ketidaksadaran terhadap cara-cara orang lain mengamati perilakunya.
Berdasarkan hasil penelitian para pakar psikolog bahwa siswa yang tidak sanggup mengembangkan keterampilan sosila dapat dilatih melalui bimbingan guru-gurunya. Ukuran kepercayaan yang tumbuh pada dirinya dapat menjadi alat untuk mengembangkan keterampilan bergaul dalam lingkungannya.

2.1.5.    Prosedur Diagnostik Kesulitan Belajar
Dalam melakukan diagnostik kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, setidaknya ada tiga langkah umum yamg harus ditempuh oleh seorang guru, yaitu:
1.      Mendiagnostik kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, yaitu dengan cara mengidentifikasi kasus dan melokalisasikan jenis dan sifat kesulitan belajar terebut.
2.      Mengadakan estimasi (prognosis) tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang dialami siswa.
3.      Mengadakan terapi, yaitu menemukan berbagai kemungkinan yang dapat dipergunakan dalam rangka penyembuhan atau mengalami kesulitan belajar yang dialamu oleh siswa tersebut.
Dalam hal ini, seorang guru harus senantiasa secara teratur memantau dan menerma informasi tentang kemajuan belajar siswa. Lebih jauh, informasi yang diterimanya itu harus dapat digunakan sebagai diagnostik atau peramalan tentang kondisi belajar siswa.
Informasi yang telah diterima dapat dijadikan umpan balik (feed back) untuk memantau penguatan (reinforcement) yang dimiliki oleh siswa dalam setiap unit pembelajaran, mengakui apakah siswa itu sedah belajar dengan baik atau belum, dan mengidentifikasi siswa-siswa yang ternyata mengalami kesulitan belajar.

2.1.6.    Mendiagnostik Kesulitan Belajar secara Formal
Diagnostik yang sebenarnya terhadap kesulitan belajar dilakukan dengan metode uji standar yang membandingkan tingkatan kemampuan seorang anak terhadap anak lainnya yang dianggap normal. Hasil uji tidak hanya tergantung pada kemampuan aktual anak, tetapi juga reliabilitas pengujian itu serta kemampuan sang anak untuk memerhatikan dan memahami pertanyaannya.
Masing-masing tipe LD (Learning Disorder/Gangguan belajar)  didiagnostik dengan cara yang sedikit berbeda. Untuk mendiagnostik kesulitan berbicara dan berbahasa, ahli terapi wicara menguji cara pelafalan bunyi bahasa anak-anak, kosakata, dan pengetahuan tata bahasa serta membandingkannya dengan kemampuan anak sebaya mereka yang normal.
Sehubungan dengan gangguan kemampuan atau perkembangan akademis yang mencakup membaca, menulis, dan matematika, maka pengujiannya dilakukan dengan metode uji standar. Kita perlu memperhatikan bahwa penanganan gangguan belajar itu sangatlah berbeda dengan upaya mengejar ketertinggalan pelajaran di sekolah.
Jika sekolah gagal mengenali keterlambatan belajar, orang tua dapat mencari alternatif lain. Orang tua harus mengetahui setiap langkah evaluasi yang dilakukan oleh sekolah tersebut. Orang tua juga harus mengerti bahwa mereka dapat menolak keputusan sekolah bila tidak setuju dengan hasl diagnosis yang dilakukan tim pendiagnosis. Orang tua selalu memliki hak untuk mendengarkan pendapat yang berasal dari pihak kedua.
Sebagian orang tua merasa seorang diri dan bingung ketika berbicara dengan para ahli. Sebagian orang tua berpendapat bahwa lebih baik meminta bantuan kepada seseorang yang mereka percayai dan selanjutnya pergi bersamanya ke pertemuan sekolah. Orang yang dipercaya itu bisa dokter atau bahkan tetangga keluarga tersebut. Mengajak seseorang yang kenal dengan kondisi sang anak sangat menguntungkan, karena ia dapat memahami nilai hasil uji dari permasalahan belajar anak itu.

2.1.7.    Evaluasi Diagnostik Kesulitan Belajar 
Evaluasi diagnostik kesulitan belajar merupakan salah satu fungsi evaluasi yang memerlukan prosedur dan kompetensi yang lebih tinggi dari para guru sebagai evaluator. Evaluasi diagnostik kesulitan belajar merupakan evaluasi yang memiliki penekanan kepada penyembuhan kesulitan belajar siswa yang tidak terpecahkan oleh formula perbaikan yang biasanya ditawarkan dalam bentuk tes formatif.
Ada sebagian guru yang tidak menyadari bahwa kemampuan siswa dalam proses pembelajaran itu bervariasi. Guru mengajar siswa yang dikelompokkan dalam kelas dengan asumsi mereka memiliki umur yang sama, pengetahuan sama, kecepatan menerima materi pembelajaran sama, dan siswa dianggap memiliki kesiapan belajar yang sama. Namun ternyata ketika diberikan contoh soal atau latihan soal ternyata terdapat masalah, karena ada siswa yang mengalami kesulitan belajar tidak dapat menyelesaikan soal tersebut dengan baik.
Permasalahan yang ditemukan tersebut perlu dicari penyebabnya dan program apa yang dapat diberikan supaya para siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan guru. Dengan evaluasi diagnostik kesulitan belajar ini, diharapkan para guru dapat mengidentifikasi beberapa siswa yang memiliki kesulitan belajar.
Evaluasi diagnostik kesulitan belajar pada umumnya dilakukan pada awal pengajaran, awal tahun ajaran atau semester. Tujuan evaluasi ini salah satunya adalah untuk menentukan tingkat pengetahuan awal siswa. Ada dua hal yang penting dalam melakukan evaluasi diagnostik kesulitan belajar yaitu (1) penilaian diagnostik pada umumnya jarang digunakan oleh guru untuk menentukan grade dan (2) semakin baik evaluasi diagnostik yang dilakukan, semakin jelas tujuan belajar yang dapat ditetapkan.

2.2.  Konsep Dasar Pengajaran Remedial
2.2.1.    Definisi Pengajaran Remedial
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang mendefinisikan bahwa “Remedial” dan “Teaching”. Bila dipisahkan kata remedial berarti (1) Remedial yang berhubungan dengan perbaikan, pengajaran ulang bagi murid yang hasil belajarnya jelek, (2) Remedial berarti bersifat menyembuhkan (yang disembuhkan adalah beberapa hambatan / gangguan kepribadian yang berkaitan dengan kesulitan belajar sehingga dapat timbal balik dalam arti perbaikan belajar atau perbaikan pribadi). Sedangkan teaching yang berarti “pengajaran” berarti proses perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan Perihal mengajar, segala sesuatu mengenai mengajar.
Menurut  Ischak S.W dan Warji R. dalam bukunya Program Remidial Dalam Proses Belajar-Mengajar memberikan pengertian Remedial  Teaching adalah “Kegiatan perbaikan dalam proses belajar mengajar adalah salah satu bentuk pemberian  bentuk pemberian bantuan. Yaitupemberian bantuan  dalam proses  belajar  mengajar  yang berupakegiatan perbaikan terprogram dan disusun secara sistematis.”
Menurut Sukardi, “Remedial tidak lain adalah termasuk kegiatan pengajaran yang tepat diterapkan, hanya ketika kesulitan dasar para siswa telah diketahui. Kegiatan remedial merupakan tindakan korektif yang diberikan kepada siswa setelah evaluasi diagnostik dilakukan”.
Pengajaran remedial merupakan suatu bentuk pengajaran yaang bersifat mengobati, menyembuhkan atau membetulkan pengajaran dan membuatnya menjadi lebih baik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang maksimal.
Maka pengajaran remedial merupakan salah satu tahap kegiatan utama dalam keseluruhan kerangka pola layanan bimbingan belajar, serta merupakan rangkaian kegiatan lanjutan logis dari usaha diagnostik kesulitan belajar mengajar.

2.2.2.    Tujuan dan Fungsi Pengajaran Remedial
a)      Tujuan Pengajaran Remedial
1.      Supaya siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi belajarnya, dapat mengenal kelemahannya dalam mempelajari suatu bidang studi dan juga kekuatannya.
2.      Supaya siswa dapat memperbaiki atau mengubah cara belajarnya ke arah yang lebih baik.
3.      Supaya siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar secara tepat.
4.      Supaya siswa dapat mengembangkan sifat dan kebiasaan yang dapat mendorong tercapainya hasil yang lebih baik.
5.      Supaya siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar yang diberikan kepadanya, setelah ia mampu mengatasi hambatan yang menjadi kesulitan belajarnya, dan mengembangkan sikap serta kebiasaan yang baru dalam belajar.
b)      Fungsi Pengajaran Remedial
1.      Fungsi Korektif
Berarti bahwa melalui pengajaran remedial dapat dilakukan  perbaikan terhadap hal-hal yang dipandang belum memenuhi apa yang diharapkan dalam keseluruhan proses pembelajaran, antara lain mencakup perumusan tujuan, penggunaan metode, cara-cara belajar, materi dan alat pelajaran, evaluasi dan lain-lain.
2.      Fungsi Pemahaman
Berarti bahwa dengan remedial memungkinkan guru, siswa atau pihak-pihak lainnya akan dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik dan komprehesif mengenai pribadi siswa.
3.      Fungsi Penyesuaian
Berarti bahwa pengajaran ramedial dapat membentuk siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan proses belajarnya.
4.      Fungsi Pengayaan
Berarti bahwa melalui pengajaran remedial, siswa akan dapat memperkaya proses pembelajaran, sehingga materi yang tidak disampaikan dalam pengajaran reguler, akan dapat diperoleh melalui pengajaran ramedial.
5.      Fungsi Akselerasi
Berarti bahwa melalui pengajaran remedial akan dapat diperoleh hasil belajar yang lebih baik dengan menggunakan waktu yang efektif dan efesien.
6.      Fungsi Terapeutik
Fungsi ini berarti bahwa melalui pengajaran remedial secara langsung atau tidak akan dapat membantu menyembuhkan atau memperbaiki kondisi-kondisi kepribadian siswa yang diperkirakan menunjukan adanya penyimpangan.

2.2.3.    Metode dalam Pengajaran Remedial
Metode yang digunakan dalam pengajaran perbaikan yaitu metode yang dilaksanakan dalam keseluruhan kegiatan bimbingan belajar mulai dari tingkat identifikasi kasus sampai dengan tindak lanjut. Metode yang dapat digunakan, yaitu :
a)      Tanya Jawab
Metode ini digunakan dalam rangka pengenalan kasus untuk mengetahui jenis dan sifat kesulitan siswa. Kebaikan metode ini dalam rangka pengajaran perbaikan yaitu memungkinkan terbinanya hubungan baik antara guru dan siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa, menumbuhkan rasa percaya diri siswa, dan sebagainya.
b)      Diskusi
Metode ini digunakan dengan memanfaatkan interaksi antar-individu dalam kelompok untuk memperbaiki kesulitan belajar yang dialami oleh sekelompok siswa.
c)      Tugas
Metode ini dapat digunakan dalam rangka mengenal kasus dan pemberian bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan belajar. Dengan metode ini, siswa diharapkan dapat lebih memahami dirinya, dapat memperdalam materi yang telah dipelajari, dan dapat memperbaiki cara-cara belajar yang pernah dialami.
d)     Kerja Kelompok
Metode ini hampir bersamaan dengan pemberian tugas dan diskusi. Yang terpenting adalah interaksi di antara anggota kelompok dengan harapan terjadi perbaikan pada diri siswa yang mengalami kesulitan belajar.
e)      Tutor
Tutor adalah siswa sebaya yang ditugaskan untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar, karena hubungan antara teman umumnya lebih dekat dibandingkan hubungan guru-siswa. Pemilihan tutor ini berdasarkan prestasi, hubungan sosial yang baik, dan cukup disenangi oleh teman-temannya. Tutor berperan sebagai pemimpin dalam kegiatan kelompok sebagai pengganti guru.
f)       Pengajaran Individual
Pengajaran individu adalah interaksi antara guru-siswa secara individual dalam proses belajar mengajar. Pendekatan dengan metode ini bersifat teraputik, artinya mempunyai sifat penyembuhan dengan cara memperbaiki cara-cara belajar siswa. Hasil yang diharapkan dalam metode ini di samping adanya perubahan prestasi belajar juga perubahan dalam pemahaman diri siswa.
2.2.4.    Strategi dan Teknik dalam Pendekatan Pengajaran Remedial
Strategi dan teknikpengajaran remedial / Remedial Teaching tesebut seeperti yang dirumuskan oleh  Izhar Hasis  yang disimpulkan dari  Ross and  Stanley dan dari  Dinkmeyer and Caldweel dalam bukunya Developmental Counseling, adalah sebagai berikut :
a)      Strategi dan Teknik Pendekatan Remedial Teaching yang Bersifat Kuratif
Tindakan Remedial Teaching dikatakan bersifat kuratif kalau  dilakukan setelah selesainya program proses belajar mengajar utama diselenggarakan. Diadakannya tindakan ini didasarkan atas kenyataan empirik bahwa seseorang atau sejumlah orang atau mungkin sebagian besar atau seluruh anggota kelas atau kelompok belajar dapat dipandang tidak mampu menyelesaikan program proses belajar mengajar yang bersangkutan secara sempurna sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan.Teknik pendekatan yang dipakai dalam hal  ini  adalah sebagai berikut :
1.      Pengulangan(repetation)
Pengulangan dapat  terjadi pada beberapa tingkatan, yaitu:  pada  setiap akhir jam pertemuan, setiap akhir unit (satuan bahan) pelajaran tertentu, dan pada setiap satuan program studi (triwulan atau semester).
2.         Pengayaan (enrichment) dan Pengukuhan(reinforcement)
Kalau layanan remedial ditujuakan pada siswa yang mempunyai  kelemahan sangat mendasar, maka layanan pengayaan dan pengukuhan  ditujukan pada siswa yang mempunyai kelemahan  ringan. Teknik pelaksanaannya dapat dengan memberikan tugas atau soal pekerjaan rumah.
3.         Percepatan(acceleration)
Percepatan diberiakan kepada kasus  berbakat tetapi menunjukkan kesulitan psikososial  atau  ego  emosional. Ada dua kemungkinan pelaksanaannya, yaitu promosi penuh status akademisnya ke tingkat yang lebih tinggi sebatas kemungkinan dan maju berkelanjutan bila kasus menonjol pada beberapa bidang tertentu.
b)      Strategi dan Teknik pendekatan Remedial Teaching yang Bersifat Preventif
Strategi dan teknik pendekatan preventif diberikan kepada siswa tertentu berdasarkan data atau informasi yang ada dapat diantisipasi atau setidaknya patut diduga akan mengalami kesulitan dalam  menyelesaikan tugas-tugas belajar. Oleh karena itu, sasaran pokok dari pendekatan preventif adalah berusaha sedapat mungkin agar hambatan-hambatan dalam mencapai prestasi dapai dihindari dan kemampuan  penyesuaian sesuai dengan kriteria keberhasilan yang ditetapkan dapat dicapai.Teknik pendekatan yang dipakai adalah layanan pengajaran  kelompok yang Diorganisasikan secara homogen (homogenius  grouping), layanan pengajaran secara individualdan layanan pengajaran kelompok dengan dilengkapi kelas khusus remedial dan pengayaan.
c)      Strategi dan Teknik Pendekatan Remedial Teaching Bersifat Pengembangan
Kalau  pendekatan kuratif merupakan tindak lanjut dari  post teachingdiagnostic, pendekatan preventif merupakan tindak lanjut dari pre teaching disgnostic maka pendekatan pengmebangan merupakan tindak lanjut dari during teaching diagnostic atau upaya diagnostik yang dilakukan guru selama berlangsungnya proses belajar mengajar (PBM). Agar strategi pendekatan  ini dapat dioperasikan secara teknis yang sistematis, maka diperlukan adanya pengorganisasian proses belajar mengajar yang sistematis seperti dalam bentuk pengajaran berprogram.

2.2.5.    Langkah-Langkah Melaksanakan Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial merupakan salah satu bentuk bimbingan belajar dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
a)      Meneliti kasus dengan permasalahannya sebagai titik tolak kegiatan-kegiatan berikutnya.
b)      Menentukan tindakan yang harus dilakukan.
Dalam langkah ini, dilakukan usaha-usaha untuk menentukan karakteristik kasus yang ditangani tersebut. Setelah karakteristik ditentukan, maka tindakan pemecahannya harus dipikirkan adalah sebagai berikut :
1.      Jika kasusnya ringan, tindakan yang ditentukan adalah memberikan pengajaran remedial kepada siswa tersebut.
2.      Jika kasusnya cukup dan berat, maka sebelum diberikan pengajaran remedial, siswa harus diberikan layanan konseling terlebih dahulu.
c)      Pemberian layanan khusus yaitu bimbingan dan konseling.
Tujuan dari layanan khusus bimbingan konseling ini adalah mengusahakan agar siswa yang terbatas dari hambatan mental emosional (ketegangan batin), sehingga kemudian siap menghadapi kegiatan belajar secara wajar. Bentuk konseling di sini bisa berupa pdikoterapi yang dilakukan oleh psikolog. Tetapi ada kalanya kasus ini dapat dilakukan oleh guru sendiri.
d)     Langkah pelaksanaan pengajaran remedial.
e)      Melakukan pengukuran kembali terhadap prestasi belajar siswa dengan alat tes sumatif.
f)       Melakukan re-evaluasi dan re-diagnostik.
Terdapat tiga kemungkinan tafsiran hasil, yaitu sebagai berikut :
1.      Kasus menunjukkan kenaikan prestasi yang dihasilkan sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Maka selanjutnya diteruskan ke program yang berikutnya.
2.      Kasus menunjukkan kenaikan prestasi, namun belum memenuhi kriteria yang diharapkan. Maka kasus diserahkan kepada pembimbing untuk diadakan pengayaan.
3.      Kasus belum menunjukkan perubahan yang berarti dalam hal prestasi. Maka perlu didiagnostik lagi untuk mengetahui letak kelemahan pengajaran remedial untuk selanjutnya diadakan ulangan dengan alternatif yang sama.

2.2.6.    Perbandingan Prosedur Pengajaran Biasa dan Remedial
a)      Kegiatan pengajaran biasa sebagai program belajar mengajar di kelas dan semua siswa ikut berpartisipasi. Pengajaran perbaikan diadakan setelah diketahui kesulitan belajar, kemudian diadakan pelayanan khusus.
b)      Tujuan pengajaran biasa dalam rangka mencapai tujuan pengajaran yang ditetapkan sesuai dengan kurikulum yang berlaku dan sama untuk semua siswa. Pengajaran perbaikan tujuannnya disesuaikan dengan kesulitan belajar siswa walaupun tujuan akhirnya sama.
c)      Metode dalam pengajaran biasa sama buat semua siswa, sedangkan metode dalam pengajaran perbaikan berdiferensial (sesuai dengan sifat, jenis, dan latar belakang kesulitan.
d)     Pengajaran biasa dilakukan oleh guru, sedangkan pengajaran perbaikan oleh team (kerjasama).
e)      Alat pengajaran perbaikan lebih bervariasi, yaitu dengan penggunaan tes diagnostik, sosiometri, dsb.
f)       Pengajaran perbaikan lebih diferensial dengan pendekayan individual.
g)      Pengajaran perbaikan evaluasinya disesuaikan dengan kesulitan belajar yang dialami oleh siswa.

2.2.7.    Peran Aparat Sekolah, Orang Tua, dan Masyarakat dalam Program Pendidikan dan Pengajaran Remedial
Pelaksanaan pendidikan dan pengajaran remedial itu merupakan tanggung jawab bersama antara kepala sekolah, guru, orang tua, pemerhati pendidikan, tata usaha, dan lembaga-lembaga kemasyarakatan yang terkait. Berikut adalah peranan-perananya :
a)      Kepala Sekolah
1.      Kepala sekolah harus menguasai sepenuhnya program pendidikan dan pengajaran remedial di sekolah, mencakup tujuan, bidang-bidang kajian, cara-cara menemukan latar belakang dan asal-usul serta sebab-sebab kesulitan belajar siswa, prediksi penyembuhan, serta praktik penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial.
2.      Kepala sekolah menyediakan sumber belajar yang lengkap dan dapat digunakan setiap waktu sesuai dengan kebutuhan.
3.      Kepala sekolah memiliki jalinan kerja sama yang baik dengan orang tua siswa di rumah untuk mengembangkan pendidikan masa depan anak-anaknya.
4.      Kepala sekolah mendirikan dan mengembangkan Lembaga Pusat Bimbingan dan Penyuluhan yang berfungsi menangani kesulitan-kesulitan siswa dalam mempelajari pengetahuan.
5.      Kepala sekolah mampu mengangkat seorang ekspert yang bertugas sebagai guru pendidikan remedial. Ia berperan pula membantu guru bidang studi atau guru borongan lainnya dalam memecahkan kesulitannya menghadapi siswa lamban belajar dan berprestasi rendah.
b)      Orang Tua Siswa
1.     Menerima dengan baik kunjungan sekolah di rumah (home visit).
2.     Bersikap tanggap terhadap pembicaraan kasus putra-putranya dan menunjukkan sikap tidak emosional.
3.     Senang menghadiri undangan sekolah untuk membicarakan kasus putra-putranya.
4.     Dapat memberikan data objektif selengkap mungkin tentang kelemahan-kelemahan putranya dalam pelajaran.
5.     Mampu membantu memprediksi dan memberi latihan sepenuhnya terhadap kasus yang dihadapinya.
c)      Staf Tata Usaha Sekolah
Mengaministrasi data-data kasus mulai dari latar belakang, asal-usul dan sebab-sebab kesulitan belajar siswa, cara-cara memprediksi penyembuhannya, sampai dengan cara-cara penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial.
d)     Penilik Sekolah
1.      Melakukan kunjungan rutin ke sekolah sekurang-kurangnya dua minggu sekali, mamantau dan mengawasi jalannya penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial yang telah dirancang sebelumnya.
2.      Menyelenggarakan diskusi periodik dengan kepala sekolah dan guru-guru tentang upaya pemecahan kesulitan belajar siswa.
3.      Menyelenggarakan upaya kerja sama yang baik dengan lembaga-lembaga terkait.
e)      Para Pemerhati Pendidikan
Para pemerhati pendidikan adalah orang-orang yang menaruh perhatian penuh terhadap proses dan hasil pendidikan yang dicapai siswa di sekolah serta berinisiatif besar dalam memberikan pendapat, sikap, dan aspirasinya dalam upaya penanganan kasus atau dalam hal ini siswa lamban belajar.
f)       Lembaga-Lembaga Kemasyarakatan Terkait
Keterlibatan lembaga-lembaga kemasyarakatan terkait dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran remedial, khususnya dalam penanganan kasus kenakalan remaja diperlukan sekali terutama membantu sekolah dalam mengumpulkan data objektif tentang latar belakang dan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa serta membantu dalam penyelesaiannya.

2.2.8.    Evaluasi Pengajaran Remedial
Pada akhir kegiatan siswa diadakan evaluasi. Tujuan paling utama adalah diharapkan 75% taraf pengusaan (level of mastery). Bila ternyata belum berhasil maka dilakukan diagnostik dan memperoleh pengajaran remedial kembali.
Evaluasi perlu dilakukan secara kontinu untuk menentukan perkembangan dan prosedur yang hendak dilaksanakan dimasa mendatang. Evaluasi remidi memiliki arti penting bagi orang-orang terdekat siswa. Oleh karena itu, perlu diberikan informasi kepada siswa dan orangtua mengenai perkembangan belajarnya
DAFTAR PUSTAKA

Holt, John. (2010). Mengapa Siswa Gagal. Jakarta:Erlangga.
Mukhtar dan Rusmini. (2001). Pengajaran Ramedial. Teori dan Penerapannya dalam Pembelajaran. Jakarta: CV Fifa Mulia Sejahtera.
Nurihsan, A. J. (2005). Strategi Layanan Bimbingan & Konseling. Bandung: PT. Refika Aditama.
Nurihsan,  A. J. & Yusuf, Syamsu. (2009). Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Purwanto, M. Ngalim. (2009). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Jakarta: PT Remaja Rosdakarya.
Roziqin, M. K. (2013). Konsep Dasar Pengajaran Remedial. [Online]. Diakses dari http://muhammadkhoirulroziqin.blogspot.com/2013/04/konsep-dasar-pengajaran remedial.html.
Setiawan, Ebta. (2012). Kamus Besar Bahasa Indonesia [online]. Diakses dari http://kbbi.web.id/.
Setiyono, O. B. (2012). Pengajaran Remedial. [Online]. Diakses dari http://onibudi.blogspot.com/2012/04/pengajaran-remedial.html.
Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pedidikan. Yogyakarta: UNY Press.
Sukardi. (2008). Evaluasi Pendidikan Prinsip & Operasionalnya. Yogyakarta: PT Bumi Aksara
Widoyoko, S. Eko Putro. (2009). Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wijaya, Cece. (2010). Pendidikan Remidial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Wood, Derek. dkk. (2007). Kiat Mengatasi Gangguan Belajar. Yogyakarta: Katahati.